Making Love Dengan Teman Kantorku Yang Penuh Perhatian di Kost
Kumpulan Cerita Sex Dewasa Terbaru Disertai Foto Cewek IGO Seksi Suka Bugil dan Ngentot – Cerita bokep terpanas, kisah sebelumnya yang berjudul Jatuh Tertidur Lelap Dipeluk Oleh Para Wanita STW Yang Mengagumiku ,
dan pada kesempatan kali ini situs CeritaDewasaIGO.com
akan memembagikan cerita sex dewasa yang tidak kalah seru nya dengan
judul Making Love Dengan Teman Kantorku Yang Penuh Perhatian di Kost
Cerita Dewasa – Saat
ini aku bekerja di distributor parfum di bogor, dengan posisi sebagai
marketing, tapi dulu aku juga ikut andil dalam perusahaan tersebut,
karena memang aku kurang dalam hal financial jadi disitu aku hanyalah
Sumber Daya Manusia, pendapatku dengan teman teman lainnya tidak sama,
dulu kalau tidak lupa ada lima orang yang membentuk perusahaan ini sebut
saja CV. JAYA.
69 Cerita |
Yang menjadi pemegang saham dalam
perusahaan ini adalah pak Hendra, beliau yang berperan di perusahaan
itu, dari semuanya pak Hendra yang tertua, beliau lulusan sarjana
Ekonomi, kami memanggil beliau dengan sebutan Babeh. Karena beliau ada
keturunan Sunda dan Betawi.
Dulu aku dan temanku bertiga bertugaas
untuk mengembangkan SDM, masing masing dari kami giat untuk melakukan
pengembangan dimana kami bersaing untuk mendapatkan anak buah sebanyak
banyaknya, supaya perusahaan ini bisa berkembang dan solid untuk
kedepannya, dalam 3 bulan yang awalnya berjumlah 4 orang sekarang sudah
menjadi lebih banyak yaitu kurang lebihnya 50 orang, saat itu timku
menjadi tim yang hebat dan solid.
Semua itu tak lepas dari kerja kerasku
untuk mengembangkan mereka, mendidik mereka dan memotivasi mereka.
Mereka memang tim yang kuat dan bermotivasi tinggi. Mereka semua sangat
respek terhadapku. Itu semua karena aku hampir dikatakan sempurna dalam
hal pembinaan dan approachmen. Aku selalu menghadapi mereka dengan
sabar, meski sifat mereka tak sama. Aku menerapkan pendekatan yang
berbeda-beda dari yang satu dengan yang lainnya. Aku selalu memuji
mereka yang berprestasi, dan membangun semangat bagi mereka yang sedang
down.
Aku selalu sempatkan waktu sekitar dua
sampai lima menit kepada masing masing individu untuk berbicara mengenai
keluhan-keluhan mereka, kendala-kendala di lapangan, dan
rencana-rencana mereka ke depan, sehingga mereka merasa benar-benar
menjadi bagian yang penting dalam tim. Paling tidak aku menyapa mereka
sekilas dengan mengucapkan selamat pagi penuh semangat, memuji
penampilan mereka, atau hanya sekedar mengatakan, “Dasi kamu bagus”
Aku juga sangat antusias dengan mereka,
karena sebagian besarnya adalah cewek. Dan bukan rahasia lagi jika cewek
sunda terkenal dengan postur tubuh yang tak terkalahkan. Mereka rata
rata berbadan segar dengan buah dada yang sekal dan menantang. Kulit
mereka juga sangat bersih. Itu adalah keuntungan tersendiri bagiku
karena pasti suatu saat nanti mereka (bahkan semuanya) bisa aku kencani
satu persatu.
Dengan pendekatan setahap demi setahap
salah satu diantara mereka, Febi, akan bisa aku nikmati tubuhnya. Kisah
ini berawal ketika suatu hari aku tidak terjun ke lapangan karena
badanku terasa tidak enak. Tapi karena aku harus memotivasi mereka,
paginya aku sempatkan untuk ke kantor. Dan begitu mereka berangkat ke
lapangan aku pulang ke kost untuk istirahat.
Namun paginya dikantor, Febi sempat curiga dengan kesehatanku dan bertanya, “Mas kenapa, sedang sakit ya?”
“Iya, Feb. Aku lagi nggak enak badan. Kayaknya aku nggak berangkat hari ini”
“Ya udah, entar habis meeting Mas pulang aja. Mas sudah makan?” tanya Febi penuh perhatian. Dia memang orangnya sangat perhatian.
“Udah sih, tapi cuman dikit. Nggak selera” Dengan penuh kelembutan Febi meraba dahiku. Tangannya lembut dan wangi. Kalau aku diraba agak lama mungkin aku langsung sembuh, pikirku.
“Ya udah, entar habis meeting Mas pulang aja. Mas sudah makan?” tanya Febi penuh perhatian. Dia memang orangnya sangat perhatian.
“Udah sih, tapi cuman dikit. Nggak selera” Dengan penuh kelembutan Febi meraba dahiku. Tangannya lembut dan wangi. Kalau aku diraba agak lama mungkin aku langsung sembuh, pikirku.
Pukul sembilan pagi semua karyawan sudah
menyebar ke lapangan. Sementara aku masuk dan beristirahat di ruang
rapat. Babe masuk dan bertanya, “Kenapa Yan, sakit?”
“Iya, Be,” jawabku singkat.
“Ya udah, tiduran aja situ,” kata Babe ramah.
“Nggak ah, Be. Aku mau pulang aja. Ntar sore balik lagi”
“Terserah deh”
“Iya, Be,” jawabku singkat.
“Ya udah, tiduran aja situ,” kata Babe ramah.
“Nggak ah, Be. Aku mau pulang aja. Ntar sore balik lagi”
“Terserah deh”
Aku bergegas pulang ke kost. Kostku
memang hanya berjarak tiga ratus meter dari kantor. Semua biaya kostku
ditanggung oleh Babe. Ruangnya nyaman, besar dan bersih. Penjaganya yang
bernama Pak Min itu juga ramah. Menurut Pak Min sebenarnya kamar itu
khusus untuk tamu dan tidak disewakan, tapi entah mengapa aku
diperkenankan menyewa kamar itu. Di kamar itu terdapat lukisan panorama
yang sangan besar dan indah.
Asli pula dan bukan reproduksi. Kata Pak
Min posisi kamar itu boleh diubah sesuka penghuninya. Asal jangan kaget
jika ada sensasi baru setelah itu. Apalagi dengan lukisan itu. Tapi aku
menganggap itu hanya gurauan Pak Min dan aku tidak menanggapinya dengan
serius.
Sebenarnya di kost itu tidak boleh
membawa teman lawan jenis ke kamar, tapi sepertinya Pak Min, si penjaga
itu tahu apa yang dibutuhkan penghuni kost, jadi peraturan itu
diabaikan. Sehingga kamar sebelahku sering dipakai pesta seks oleh
penghuninya. Aku pernah ikut sekali.
Sesampainya di depan kamar kost aku
kaget karena Febi ternyata sudah berada di depan kamar kostku sedang
membaca majalah kesukaannya.
“Lho Feb, kok kamu disini. Lagi ngapain?” tanyaku singkat.
“Lagi nungguin Mas Iyan. Kenapa, nggak boleh?” tanya Febi manja.
“Ya boleh sih, tapi kok tadi nggak ngomong dulu”
“Mau ngasih kejutan, biar Mas Iyan sembuh”
“Ah, bisa aja kamu,” sahutku sambil mencubit dagunya yang mungil itu.
“Lagi nungguin Mas Iyan. Kenapa, nggak boleh?” tanya Febi manja.
“Ya boleh sih, tapi kok tadi nggak ngomong dulu”
“Mau ngasih kejutan, biar Mas Iyan sembuh”
“Ah, bisa aja kamu,” sahutku sambil mencubit dagunya yang mungil itu.
Setelah membuka pintu kamar aku
mempersilakan Febi masuk. Dengan tanpa canggung Febi masuk ke kamarku
dan melihat sekeliling, “Kok posisi kamarnya nggak diubah sih Mas. Emang
nggak bosen gini-gini aja. Ubah dong biar ada perubahan. Biar selalu
baru, jadi Mas nggak sakit-sakitan”
“Biarin, sakit kan karena penyakit. Bukan karena kamar. Eh ngomong-ngomong, sorry lho kamarku berantakan”
“Ah cowok mah, biasa,” sahut Febi dengan
sedikit logat sunda. Setelah itu tangan mungil Febi memunguti
benda-benda yang berantakan itu dan menatanya dengan rapi di tempatnya
masing masing. Sementara aku pergi ke kamar mandi untuk berganti
pakaian.
Begitu masuk kamar, kamarku sudah
kembali bersih dan rapi oleh tangan Febi. Aku lihat Febi sedang sibuk
memencet-mencet tombol remote untuk mencari acara tv. Hari itu Febi
mengenakan baju tipis putih dengan celana hitam panjang. Sangat terlihat
profesional dia dengan pakaian itu. Juga seksi. Sambil tiduran Febi
terlihat sangat menggoda. Payudaranya sangat terlihat mulus dengan bra
yang tidak seukuran. Terlihat sekali bra itu tak sanggup memuat isi dari
dada Febi.
Aku menelan ludah. Tiba tiba suhu
badanku naik. Aku tahu ini bukan karena aku sakit, tapi lebih karena
libidoku pasti sedang on. Si kecil juga ikut-ikutan bangun. Sialan. Aku
menggerutu karena ketika si kecil bangun dengan posisi yang salah.
Menghadap ke bawah. Sehingga bulu-bulunya yang semula sempat menempel
jadi tertarik dan menimbulkan rasa sakit. Aku merogohnya dan
menempatkannya dengan benar. Tentu ini tak sepengetahuan Febi. Malu aku.
“Mas punya CD lagu yang bagus, nggak?” tanya Febi mengagetkanku.
“Cari aja disitu, pilih sendiri. Ada lagu, ada film. Eh, aku kemarin sewa film bagus tapi belum sempat nonton. Tuh, yang bungkusnya dari rental”
“Film apa sih ini?”
“Action, tapi katanya sih, ada making love-nya”
“Hii. Coba ah, penasaran”
“Cari aja disitu, pilih sendiri. Ada lagu, ada film. Eh, aku kemarin sewa film bagus tapi belum sempat nonton. Tuh, yang bungkusnya dari rental”
“Film apa sih ini?”
“Action, tapi katanya sih, ada making love-nya”
“Hii. Coba ah, penasaran”
Sementara Febi memasukkan keping VCD,
aku memperhatikan pinggangnya yang sedikit terbuka ketika dia sedikit
menungging. Putih, mulus. Aku jadi teringat Dewi pemeran VCD Itenas yang
heboh itu. Sementara aku duduk mengambil posisi bersandar di tembok
dekat tempat duduk Febi sebelumnya. Aku berharap setelah selesai
memasukkan keping VCD, Febi kembali ke tempat duduk semula, jadi aku
berada disampingnya persis. Dan benar, kini Febi berada disampingku
dengan posisi bersila, sementara kakiku aku selonjorkan. Kini kaki kiri
Febi yang dilipat menumpang di kakiku.
Filmpun dimulai. Aku juga bersiap untuk
memulai film panas siaran langsung tanpa penonton dan kamera. Aku mulai
merangkul Febi. Mengelus rambutnya yang hitam itu, sambil sesekali
membahas cerita film itu. Padahal sebenarnya aku tidak begitu
memperhatikan alur cerita film itu. Aku hanya menjawab ya dan tidak atau
tersenyum menanggapi Febi yang terlihat serius. Lalu badan Febi mulai
bersandar di badanku.
Akupun dengan mudah menciumi rambutnya,
telinganya juga tengkuknya. Sementara tanganku yang sedari tadi bermain
di daerah atas, kini mulai merosot. Menyentuh dada Febi, meremasnya
hingga Febipun tak lagi memperhatikan film itu dan menikmati sentuhanku.
Kini kami menjadi pemeran utama sebuah film panas. Apalagi ketika alur
film itu tiba pada kisah make love, sesekali kami melihatnya sebagai
pemanas.
Wajah Febi yang semula menghadap tivi
kini mulai tengadah menghadapku. Bibir kamipun beradu. Febi terlihat
sangat antusias. Napasnya sangat wangi menggairahkan. Aku yakin Febi
mempersiapkan hal ini dengan makan permen wangi sebelumnya. Dia
menjilati mukaku dengan buas. Sementara tanganku sibuk bergerilya
mencoba melepas pakaian Febi. Tanganku yang berada di dalam baju Febi
berhasil membuka pengait bra-nya.
Gumpalan daging sekal itu kini longgar
tanpa pembungkus. Sementara bibirnya sibuk menjilatiku, tangannya mulai
menuju pakaianku. Akupun dilucutinya. Sekarang aku tak berbaju lagi.
Bibir Febipun mulai bergerilya turun. Menjilati dadaku dan mengulum
susuku. Badanku makin panas. Libidoku makin naik. Leher, perut, telinga,
dan dadaku menjadi sasaran bibir Febi. Aku menikmatinya sambil terus
memainkan payudaranya yang semakin menghangat.
Semakin lama Febi semakin mengganas,
dilepaskannya celanaku luar dan dalam. Bibirnya yang kini sudah tak
berlipstik itu terus menjamah semua sektor tubuhku. Lidahnya
menjilat-jilat bulu kemaluanku. Juga buah zakarku. Aku sesekali
menggelinjang menahan jilatannya. Apalagi ketika kemaluanku masuk
kedalam mulutnya. Ah, hangat rasanya.
Febi berubah posisi. Yang semula berada
tepat di depanku, kini beralih disampingku, sambil tetap menghisap
kemaluanku. Perubahan posisinya bukan tanpa alasan. Ternyata Febi
mengulum penisku dengan posisi dari samping sehingga lidahnya mengenai
permukaan penisku bagian atas. Posisi ini sungguh sangat nikmat. Baru
kali ini merasakan hisapan dan jilatan yang sangat hebat. Luar biasa.
Sementara itu tanganku terus mengelus
tubuh Febi. Payudaranya yang kenyal selalu menjadi favorit tanganku.
Juga pantatnya yang bulat mulus. Sungguh menggairahkan. Tapi ketika
jemariku kutuntun untuk menuju liang vaginanya, Febi menolak. Akupun
menurut saja. Aku tidak mau memaksakan kehendakku.
Sekitar sepuluh menitan Febi bermain
dengan posisi itu. Selanjutnya penisku dikeluarkannya dari mulut.
Lidahnya yang terus mengganas itu menjalar keseluruh permukaan badanku
bagian depan. Naik, naik, dan terus naik. Kini bibir kami kembali
beradu.
Kini posisi Febi tepat mendudukiku. Lalu
perlahan-lahan Febi membimbing penisku untuk masuk kedalam liang
vaginanya. Dan, bless.. hangat, nikmat. Febi meringis menahan rasa.
Entah apa yang ia rasakan. Setelah berkonsentrasi dengan penisku, kini
Febi mulai memompa dengan posisi naik turun.
Aku masih pada posisi duduk. Febi yang
duduk dihadapanku terus naik turun hingga payudaranya terayun-ayun.
Akupun tertarik dengan payudara itu. Kupegang, kuremas, kutekan lalu aku
menundukkan kepalaku hingga bibirku mengenai payudara Febi. Dalam
kesulitan karena posisinya yang terayun-ayun aku mengisap payudara Febi.
Febipun meraung-raung tak karuan.
“Ya Mas, terus Mas. Hisap terus, Mas”
“Augh, augh.. Mas aku mau keluar, augh, augh.. Ahh!!
“Ya Mas, terus Mas. Hisap terus, Mas”
“Augh, augh.. Mas aku mau keluar, augh, augh.. Ahh!!
Febi mengejang. Mukanya memerah. Lalu
kami membalikkan tubuh kami. Untuk sementara kami juga melepaskan
perabot kami yang tertancap. Akupun mulai bekerja. Kubimbing Febi untuk
berjongkok. Akupun menyetubuhinya lagi dengan posisi dari belakang.
Bless.. Kemaluanku masuk lagi ke liang
vaginanya. Dengan posisi doggystyle aku memompa pantat Febi berkali-kali
hingga aku merasakan ada dorongan yang sangat kuat, hingga frekuensi
doronganku semakin cepat. Aku meracau tak karuan. Febi tahu itu. Sebelum
spermaku muncrat, dilepaskanlah pantatnya. Sekejap Febi sudah berbalik
posisi. Tangannya langsung menangkap kemaluanku.
Dibantu mulutnya, dikocoklah penisku sejadi-jadinya dan..
“Augh..” Sperma hangat muncrat ke mulut Febi. Tanpa ragu dikulumlah penisku. Rasanya tidak karuan. Spermakupun habis ditelan Febi. Lalu kami berduapun roboh tak berdaya. Aku mencium Febi penuh kasih dan dengan senyum kepuasan.
Wajahnya yang penuh keringat tetap manis
dengan senyuman itu. Sementara layar TV ku sudah tak menunjukkan
display VCD. Entah duluan VCD atau aku selesainya. END“Augh..” Sperma hangat muncrat ke mulut Febi. Tanpa ragu dikulumlah penisku. Rasanya tidak karuan. Spermakupun habis ditelan Febi. Lalu kami berduapun roboh tak berdaya. Aku mencium Febi penuh kasih dan dengan senyum kepuasan.
Komentar
Posting Komentar